Sunday, December 27, 2015

HUKUM JAMINAN GADAI



HUKUM JAMINAN GADAI



Sejarah Jaminan Fidusia
Kata “fiducia” berasal dari bahasa Latin, yang merupakan kata benda artinya kepercayaan terhadap sesuatu, pengharapan yang besar. Selain itu, terdapat kata “fido” meripakan kata kerja yang berrati mempercayai seseorang atas sesuatu.Dalam fiducia terkandung kata “fides” berarti kepercayaan. Pihak berutang percaya bahwa pihak  berpiutang memiliki barangnya itu hanya untuk jaminan.Subekti  menjelaskan arti kata “fiduciair” adalah kepercayaan yang diberikan secara bertimbal balik oleh satu pihak kepada pihak lain bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan hak milik, sebenarnya ke dalam (intern) hanya suatu jaminan saja untuk suatu utang.
Lembaga Jaminan Fidusia timbul pertama kali di Indonesia berdasarkan yurisprudensi dan baru pada tanggal 30 September 1999 diatur dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UUF merupakan salah satu sarana hukum dalam pembangunan bidang ekonomi khususnya perkreditan, yang memiliki makna penting bagi pembangunan antara lain bidang perdagangan, perumahan, perindustrian, dan transportasi. Dalam Pasal 1 angka 1 UUF dikatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dalam UUF diatur ciri-ciri yang sempurna dari jaminan fidusia ini dan dengan pendaftarannya maka jaminan fidusia memperoleh sifat sebagai hak kebendaan (zakelij recht, real right, right in rem) dan tidak lagi sebagai perjanjian.17 Jaminan fidusia merupakan jaminan kebendaan yang bersifat perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit. Hal tersebut dicantumkan dalam Pasal 4 UUF. Sebagai suatu sistem hukum, UUF merupakan kumpulan unsurunsur yuridis (pasal-pasalnya berkaitan satu sama lain dan dibangun di atas asas-asas hukum jaminan fidusia) yang mempunyai tujuan agar tercipta tertib hukum jaminan fidusia baik pada tataran normatif maupun tataran praktik. Walaupun sudah dirancang sedemikian rupa, bukan berartii dalam pelaksanaannya tidak memimbulkan masalah hukum, sehingga sesuatu yang dicita-citakan dalam UUF belum dapat diwujudkan sebagaimana yang seharusnya.
<[2]> Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda. Fidusia sebagai perjanjian assessoir maksudnya adalah perjanjian assessoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang. Karena itu, konsekuensi dari perjanjian assessoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah, atau karena sebab apa pun hilang berlakunya atau dinyatakan
tidak berlaku, maka secara hukum perjanjian Fidusia sebagai perjanjian assessoir juga ikut menjadi batal.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 (BN. No. 5847 hal 1B-3B) tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda dengan Jaminan Fidusia, terutama bagi Lembaga Pembiayaan (Leasing).
Pembebanan Fidusia dilakukan dengan menggunakan instrument yang disbut dengan AKTA JAMINAN FIDUSIA, yang harus memenuhi syarat-syarat yaitu berupa Akta Notaris dan didaftarkan pada Pejabat yang berwenang. Dengan pendaftaran ini, diharapkan agar pihak debitur, terutama yang nakal, tidak dapat lagi mengibuli kreditur atau calon kreditur dengan memfidusiakan sekali lagi atau bahkan menjual barang Obyek Jaminan Fidusia tanpa sepengetahuan kreditur asal di Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dibawah naungan Departemen Hukum dan HAM R.I.. Sertipikat Jaminan Fidusia sebagai bukti bahwa penerima Fidusia memiliki hak Fidusia tersebut.
Penerima Fidusia memiliki Hak Prefensi yaitu hak untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia. Hak Prefensi baru diperoleh pada saat didaftarkannya Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia dan Hak dimaksud tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia. Jika piutang dialihkan kepada pihak lain, maka Fidusia yang menjamin hutang tersebut juga ikut beralih kepada pihak yang menerima pengalihan Fidusia. Jadi seandainya karena alasan apapun, benda Jaminan Fidusia tersebut beralih ke tangan orang lain, maka Fidusia atas benda tersebut tetap saja berlaku dan tidak ada kewajiban dan tanggung jawab dari Penerima Fidusia atas akibat kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) dari Pemberi Fidusia, yang timbul karena hubungan kontraktual ataupun karena perbuatan melawan hukum, sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia tersebut.
Apabila atas Benda yang sama menjadi obyek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada hak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia
  1. Latar Belakang Terjadinya jaminan Fidusia.
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak.
  1. Pengertian Fidusia
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang.
Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, pengertian  Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda  yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pengertian FIDUSIA pasal 1 ayat 1 fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.”
Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah: “Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987).
Pengertian Jaminan Fidusia.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan  benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud  dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan  Pemberi Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan  kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.  Tetapi untuk  menjamin kepastian hukum bagi  kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia
<[5]> Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain:
  1. Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir.
  2. Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan).
  3. Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite.
  4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada.
  5. Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial.
  6. Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas.
  7. Objek jaminan fidusia berupa benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, serta benda yang diperoleh dikemudian hari.
Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Terkait dengan ketentuan di atas, maka berikut penjelasan mengenai proses pembebanan fidusia serta hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, dan berikut penjelasannya:
<[6]> Unsur dan Sifat Jaminan Fidusia
1.Unsur Jaminan Fidusia
  • fidusia diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
  • fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur tidak menyerahkan benda jaminan secara fisik kepada kreditur tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada kreditur)
Sifat Jaminan Fidusia
Fiducia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok, dan bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Perjanjian Fidusia tidak disebut secara khusus dalam KUH Perdata. Karena itu, perjanjian ini tergolong dalam perjanjian tak bernama (Onbenoem De Overeenkomst).
  • Bersifat memaksa, karena dalam hal ini terjadi penyerahan hak milik atas benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia, walaupun tanpa penyerahan fisik benda yang dijadikan obyek jaminan.
  • Dapat digunakan, digabungkan, dicampur atau dialihkan terhadap benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan persetujuan dari Penerima Fidusia.
  • Bersifat individualiteit, bahwa benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia melekat secara utuh pada utangnya sehingga meskipun sudah dilunasi sebagian, namun hak fidusia atas benda yang dijadikan obyek jaminan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi.
  • Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas fidusia mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan.
  • Tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian fidusia hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja.
  • Bersifat mendahulu (droit de preference), bahwa Penerima Fidusia mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia.
  • Mengikuti bendanya (Droit de suite), pemegang hak fidusia dilindungi hak kebendaannya
  • Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
    • Harus diumumkan (asas publisitas), benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, hal ini merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia.
  • Berjenjang/Prioriteit (ada prioritas yang satu atas yang lainnya), hal ini sebagai akibat dari kewajiban untuk melakukan pendaftaran dalam pembebanan Jaminan Fidusia dan apabila atas benda yang sama menjadi obyek lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas), Fidusia adalah hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang tidak memberikan hak kebendaan penuh kepada Pemegang atau Penerima Fidusia. Jaminan Fidusia hanya sematamata ditujukan bagi pelunasan utang. Fidusia hanya memberikan hak pelunasan mendahulu, dengan cara menjual sendiri benda yang dijaminkan dengan Fidusia.
<[7]> Subjek dan Objek Hukum Jaminan Fidusia
  
Subjek Hukum Jaminan Fidusia
  • Dari segi individu (person), yang menjadi subyek fidusia adalah :
    a) Orang perorangan
  1. b) Korporasi.
  • Para Pihak, yang menjadi subyek fidusia adalah :
  1. a) Pemberi Fidusia atau Debitur
  2. b) Penerima Fidusia atau Kreditur.
Objek Hukum Jaminan Fidusia
  1. a) Benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
    b) Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek, yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain, sebagai contoh rumah susun, apartemen.
Dasar Hukum Jaminan Fidusia
  1. Arrest Hoge Raad 1929 tertanggal 25 Januari 1929 tentang Bierbrouwerij Arrest (Negeri Belanda)
    2. Arrest Hoggerechtshof 18 agustus 1932 ttg BPM-Clynet Arrest (Indonesia), dan
    3. Undang-undang Nomor 42 Tahun1999 tentang Jaminan Fidusia.
Pembebanan dan Kedudukan Benda dalam Jaminan Fidusia
Pembebanan Jaminan Fidusia
  1. a) Benda jaminan fidusia dapat dibebankan berkali-kali kepada kreditur yang berbeda;
    Catatan :
    Pasal 17 UU tentang Fidusia mengatur larangan melakukan Fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
    b) Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau Kuasa/Wakil Penerima Fidusia, dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium
    c) Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dan merupakan akta Jaminan Fidusia.
  2. d) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia Penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia yang di dalamnya dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
<[8]> Kedudukan Jaminan Fidusia
Hak kepemilikan atas benda jaminan diserahkan kepada Kreditur/Penerima Fidusia, sedangkan benda jaminan secara fisik masih berada dibawah penguasaan Debitur/Pemberi Fidusia. Tanggung Jawab Jaminan Fidusia baik bagi Pemberi ataupun Penerima
1. Penerima Fidusia :
  1. a) wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;
    b) wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;
  2. c) wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan;
    d) wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia.
Pengecualian:
Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
  1. Pemberi Fidusia :
  2. a) dalam hal pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, wajib menggantinya dengan obyek yang setara;
  3. b) wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;
    c) tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayarkan.
  4. Hak dan Larangan Jaminan Fidusia
9. Hak Jaminan Fidusia
  1. Penerima Fidusia mempunyai hak:
  2. a) Kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya.
  3. b) Dalam hal debitur wanprestasi, untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (parate eksekusi), karena dalam Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat adanya titel eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  4. c) Yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
    d) Memperoleh penggantian benda yang setara yang menjadi obyek jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;
  5. e) Memperoleh hak terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;
  6. f) Tetap berhak atas utang yang belum dibayarkan oleh debitur.
  7. Pemberi Fidusia mempunyai hak:
  8. a) tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
    b) dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila Penerima Fidusia menyetujui.
<[10]> Larangan Jaminan Fidusia
  1. a) Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
    b) Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Proses Eksekusi Jaminan Fidusia
Apabila debitur atau Pemberi Fidusi cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Fidus dapat dilakukan dengan cara :
  1. a) Pelaksanaan titel eksekutoria oleh Penerima Fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
  2. b) Penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak
  3. c) Pelaksanaan penjualan dibawah tangan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Para Pihak kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar di daerah yang bersangkutan.
Hapusnya Jaminan Fidusia
  1. a)         Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
    b)         Adanya pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia
  2. c)         Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Sanksi Jaminan Fidusia
  1. a) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusia
  2. b) Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang dilakukan tana persetujuan tertulis dari Penerima Fidusia.
11. Proses Eksekusi
Bahwa asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya.
Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia.  Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.  Masyarakat yang umumnya menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan transaksi. Sementara bagi Pemerintah, kepastian, keadilan dan ketertiban hukum adalah penting.

Share this

0 Comment to "HUKUM JAMINAN GADAI"

Post a Comment