Sunday, December 27, 2015

MAKALAH GADAI SYARIAH




MAKALAH GADAI SYARIAH



BAB I
PENDAHULUAN


  1. Pengertian

Dalam UU Perdata pasal 1150 gadai merupakan suatu hak yang diperoleh dari seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, kecuali biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan dan biaya-biaya mana harus didahulukan.
Dalam pegadaian syariah atau  rahn terdapat beberapa istilah, jadi orang yang menyerahkan barang gadai disebut rahin, orang yang menerima barang gadai disebut murtahin, dan barang yang digadaikan yaitu marhun. Pegadaian syariah atau Rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. Rahn merupakan suatu sistem menjamin utang dengan barang yang kita miliki di mana uang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Rahn juga bisa diartikan menahan salah satu harta benda milik si penjamin sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang dijamin tersebut memiliki nilai ekonomis dan pihak yang menahan itu memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Rahn juga yaitu perjanjian penyerahan barang atau harta Anda sebagai jaminan berdasarkan hukum gadai berupa emas, perhiasan, kendaraan, atau barang bergerak lainnya yang terbentuknya Pegadaian syariah di Indonesia, yaitu yang bekerjasama dengan Perum Pegadaian yang membentuk Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS )






  1. Sejarah Gadai
Pegadaian merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktekkan di wilayah-wilayah Eropa lainnya, misalnya Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki  Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda (VOC), yaitu sekitar abad ke-19.
Bentuk usaha pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak itu bentuk usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya.
Peda mulanya usaha pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian pada awal abad ke 20 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda melalui Staatsblad tahun 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901 didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi, Jawa Barat. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, selanjutnya dengan Staatsblad 1930 No 266 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas pegadaian sebagai perusahaan Negara dalam arti undang-undang perusahaan Hindia Belanda.
Dinas pegadaian mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum, sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Negara (PN) pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan umum (PERUM) pegadaian melalui Peraturan Pemerinah nomor 10 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990. Peda waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan, misi sosial dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan yang digunakan oleh manajernya dalam mengelola pegadaian. Pengelolaan pegadaian bisa dilaksanakan  meskipun perusahaan tersebut mengalami kerugian. Sejak statusnya diubah menjadi Perusahaan Umum, keadaan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipertahankan lagi. Disamping berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyediaan dana atas dasar hukum gadai, manajemen perum pegadaian juga berusaha agar pengelolaan usaha ini sedapat mungkin tidak mengalami kerugian. Perum pegadaian diharapkan akan dapat mengalami keuntungan atau setidaknya penerimaan yang didapat mampu menutup seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri.
Adapun pegadaian syariah merupakan sebuah lembaga yang relatif baru di Indonesia. Fungsi operasi pegadaian syariah dijalankan oleh kantor-kantor cabang pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian.
ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha  gadai konvensional. Pegadaian syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 kantor cabang Pegadaian di Aceh dikonversikan menjadi Pegadaian Syariah.
Beberapa bank umum syariah yang ada di Indonesia pun telah terjun di pasar pegadaian dengan menjalankan prinsip syariah. Ada bank syariah yang bekerja sama dengan Perum Pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah di beberapa kota di Indonesia dan beberapa bank umum syariah lainnya menjalankan kegiatan pegadaian syariah sendiri.



BAB II
PEMBAHASAN


  1. DASAR HUKUM GADAI SYARIAH

Dalam gadai syariah dasar hukumnya merupakan jaiz (boleh) menurut al-Kitab , as- Sunah, dan ijma’ (Sabiq, 1996)
  1. Al- Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum perjanjian gadai adalah  Qs. Al- Baqarah 283 :
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang.”(Qs. Albaqarah :283)

  1. As- Sunnah
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”(Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a.,)
Selain dari hadis tersebut, Nabi Bersabda yaitu:
“ Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan “. (HR Jamaah, kecuali muslim dan An-Nasai).
  1. Ijma’
Mengenai dalil ijma’ ummat Islam sepakat (ijma’) bahwa secara garis besar akad rahn (gadai / penjaminan utang) diperbolehkan. Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai secara penuh sepanjang tidak mengakibatkan berkurangnya nilai barang gadai tersebut.

  1. Ijtihad
Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist di atas menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam dengan melakukan Ijtihad. Para ulama juga mengambil indikasi dari kisah saat nabi menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan  makanan dari seoarang yahudi.

  1. Fatwa Dewan Syariah Nasional
Berdasrkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) yakni No. 25/ DSN-MUI/III/2002 tanngal 26 juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn  diperbolehkan dengan berbagai ketentuan.


  1. Ketentuan Umum
  2. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhum (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
  3. Marhum dan manfaatnya masih menjadi milik rahin, pada dasarnya marhum tidak boleh dimanfaaatkan oleh murtahin tanpa seizing rahin.
  4. Pemeliharaan dan penyimpanan marhum pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, dapat juga dilakukan oleh murtahin, akan tetapi biaya dan pemeliaharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
  5. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhum tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman
  6. Penjualan marhum:
  7. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya batas waktu yang diberikan adalah 12 hari dan di peringatkan lewat telfon
  8. Apabila rahin tidak dapat melunasi utangnya, maka marhum dapat dijual paksa secara lelang.
  9. Hasil penjualan marhuim dapat digunakanuntuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
  10. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rhin dan kekurangan nya menjadi kewajiban rahin.
  11. Jika yang menggadaikan meninggal dunia maka pelanjutan pembayarannya akan dibebankan kepada ahli waris.

  1. Ketentuan penutup
  2. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantaranya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Islam setelah tidak ada kesepakatan setelah bermusyawarah.

  1. b.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya
  2. OPERASIONAL GADAI SYARIAH

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional.
Mekanisme operasional pegadaian syariah merupakan implementasi dari konsep dasar rahn yang telah ditetapkan oleh para ulama fiqh. Secara teknis, pelaksanaan atau kegiatan pegadaian syariah adalah:
  1. Jenis barang yang digadaikan
  2. Perhiasan: emas, perak, mutiara, intan dan sejenisnya.
  3. Peralatan rumah tangga: perlengkapan dapur, perlengkapan makan/minum, perlengkaan bertanam, dan sebagainya.
  4.  Biaya Kendaraam: sepeda, sepeda motor, mobil, dan sebagainya.
    1. Biaya-biaya yang dikenakan dalam pegadaian syariah meliputi biaya administrasi dan biaya penyimpanan barang gadai.
Adapun biaya administrasi tersebut meliputi:
  1. Biaya riil (nyata) yang dikeluarkan, seperti ATK, perlengkapan, dan biaya tenaga kerja
  2. Besarnya biaya ditetapkan berdasarkan SE tersendiri
  3. Dipungut di muka pada saat pinjaman dicairkan
Adapun akad dalam pegadaian syariah:
  • Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah / Rahin.
  • Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik Biaya Ijarah atas penyimpanan dan pemeliharaan barang bergerak milik nasabah / Rahin yang telah melakukan akad
  • Melalui akad Rahn, Nasabah  (Rahin) mendapat pembiayaan / pinjaman (qard) pada akad ini nasabah  dibebani biaya administrasi untuk menutup cost proses pencairannya. (fee penaksiran barang, pengganti ATK, dll) kemudian sebagai jaminannya, nasabah menyerahkan barang bergerak dan selanjutnya Pegadaian menyimpan dan merawatnyadi tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya  (biaya ijarah)  kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

  • Beberapa kesepakatan dalam akad:
  1. Jangka waktu pinjaman dan  penyimpanan barang  untuk satu periode ditetapkan selama maksimum 120 hari atau  Empat bulan .
  2. Nasabah dibebani untuk membayar biaya ijarah sebesar Rp 80,- ( delapan puluh rupiah ) untuk setiap kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi atau mengangsur pinjaman.
  3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman. (Rp 1.000 s.d Rp 60.000)


  1. Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Syariah dan Konvensional
PersamaanPerbedaan
a.   Hak Gadai atas pinjaman uangRahn dalam hukum islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong sedangkan gadai menurut hukum perdata, disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal
b.    Adanya jaminan sebagai jaminan utang.b. Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum islam , rahn berlaku pada seluruh benda baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak
c.       Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.c. Dalam rahn tidak ada istilah bunga
d.      Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai.d. Gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga yang diindonesia disebut perum pegadaian, Rahn menurut islam dapat dilaksanakan tanpa lembaga.
e.       Apabila batas waktu pinjaman uang habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang



  1. Syarat – Syarat Pegadaian Syariah

  1. Sighat
Syarat sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktuyang akan datang.

  1. Pihak – Pihak yang berakad (Akid)
Pihak – pihak yang berakad yakni rahin dan murtahin haruslah cakap menurut hukum yakni ditandai dengan aqil baligh, berakal sehat, dan mampu melakukan akad.

  1. Utang (Marhun bihi)
Utang merupakan kewajiban bagi pihak yang berutang untuk membayar kepada pihak yang memberi piutang

  1. Marhum
Marhum merupakan barang yang dipegang oleh murtahin atau yang mewakili, sebagai jaminan utang. Para ulama menyepakati bahwa syarat yang berlaku pada barang gadai adalah sama dengan syarat yang berlaku pada barang yang dapat diperjual belikan.






(a) . Rukun Gadai Syariah
Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut adalah :
  1. Ar – Rahin ( yang menggadaikan )
Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.

  1. Al – Murtahin  ( yang menerima gadai )
Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang ( gadai ).  

  1. Al – Marhun / barang
Barang yang digunakan rahin  untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

  1. Al – Marhun bih
Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin  atas dasar besarnya tafsiran marhun.

  1. Sighat, Ijab dan Qabul
Kesepakatan antara rahin  dan murtahin  dalam melakukan transaksi gadai.  




  1. Ketentuan Pelaksanaan Gadai dalam Islam

  1. Kedudukan Barang Gadai.
Selama ada di tangan pemegang gadai, kedudukan barang gadai hanya merupakan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadainya. Untuk menjaga keselamatan barang gadai tersebut dapat diadakan persetujuan untuk menyimpannya pada pihak ketiga, dengan ketentuan bahwa  persetujuan itu baru diadakan setelah perjanjian terjadi.

  1. Pemanfaatan Barang Gadai.
Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil mamfaatnya, baik oleh pemiliknya maupun oleh penerimanya gadai. Namun apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Oleh karena itu, diusahakan agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai atau penerima gadai meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan itu dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau Mubadzir.
  1. Risiko atas Kerusakan Barang Gadai.
Apabila Murtahin sebagai pemegang amanat telah memelihara barang gadai dengan sebaik-baiknya sesuai dengan keadaan barang, kemudian tiba-tiba barang tersebut mengalami kerusakan atau hilang tanpa disengaja, maka para ulama dalam hal ini berbeda pendapat mengenai siapa yang harus menangggung risikonya. Berbeda halnya jika barang gadai rusak atau hilang  yang disebabkan oleh kelengahan Murtahin. Dalam hal ini tidak ada perbedaaan pendapat, semua ulama sepakat bahwa Murtahin menanggung risiko, memerbaiki risiko, memperbaiki kerusakan atau mengganti yang hilang.

  1. Pemeliharaan Barang Gadai.
Biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan miliknya.


  1. Kategori Barang Gadai
Jenis barang gadai dapat digadaikan sebagai jaminan adalah semua jenis barang bergerak dan tak bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut :
  1. Benda bernilai menurut hukum syara’.
  2. Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi.
  3. Benda diserahkan seketika kepada Murtahin.

  1. Akad Gadai.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa penggadaian dianggap sah apabila telah memenuhi tiga syarat, yaitu:
  1. Berupa barang karena hutang tidak bisa digadaikan.
  2. Penetapan kepemilikan penggadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang, seperti mushaf.
  3. Barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba pelunasan utang gadai.





  1. ASPEK-ASPEK GADAI SYARIAH

Dalam mewujudkan sebuah pegadaian yang ideal dibutuhkan beberapa aspek pendirian. Adapun aspek – aspek pendirian pegadaian syariah adalah :

  1. Aspek legalitas
Mendirikan lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan memerlukan izin
pemerintah. Aspek ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang berdirinya lembaga gadai yang berubah dari bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.

  1. Aspek permodalan
Apabila umat Islam memilih mendirikan suatu lembaga gadai dalam bentuk perusahaan yang dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, aspek penting lainnya yang perlu dipikirkan adalah permodalan. Modal untuk menjalankan perusahaan gadai cukup besar karena selain diperlukan dana untuk dipinjamkan kepada nasabah juga diperlukan investasi untuk tempat penyimpanan barang gadaian.  Permodalan gadai syariah bias diperoleh dengan system bagi hasil, seperti mengumpulkan dana dari bebrapa orang ( musyarakah ), atau dengan mencari sumber dana ( shahibul mal ), seperti bank atau perorangan untuk mengelola perusahaan gadai syariah ( mudharabah ).

  1. Aspek sumber daya manusia
Keberlangsungan pegadaian syariah sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia ( SDM ) nya. SDM pegadaian syariah harus memahami filosofis gadai dan system operasionalisasi gadai syariah. SDM selain mampu menangani masalah taksiran barang gadai, penentuan instrument pembagian rugi laba atau jual beli, menangani masalah – masalah yang dihadapi nasabah yang berhubungan penggunaan uang gadai, juga berperan aktif dalam syiar islam di mana pegadaian itu berada.


  1. Aspek kelembagaan
Sifat kelembagaan mempengaruhi keefektifan ssebuah perusahaan gadai dapat bertahan. Sebagai lembaga yang relative belum banyak dikenal masyarakat, pegadaian syariah perlu mensosialisasikan posisinya sebagai lembaga yang berbeda dengan gadai konvensional. Hal ini guna memperteguh keberadaannya sebagai lembaga yang berdiri untuk memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.

  1. Aspek sistem dan prosedur
System dan prosedur gadai syariah harus sesuai dengan prinsip – prinsip syariah yang keberadaannya menekankan akan pentingnya gadai syariah. Oleh karena itu gadai syariah merupakan representasi dari suatu masyarakat di mana gadai itu berada, maka system dan prosedural gadai syariah berlaku fleksibel dan sesuai dengan prinsip gadai syariah.

  1. Aspek pengawasan
Untuk menjaga jangan sampai gadai syariah menyalahi prinsip syariah maka gadai syariah harus diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah bertugas mengawasi operasional gadai syariah supaya sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.

(a) .Mekanisme perjanjian gadai atau Rahn ini dapat dirumuskan apabila telah diketahui, beberapa hal yang terkait di antaranya

  1. Syarat Rahin dan Murtahin.
  2. Syarat Marhun dan utang.
  3. Kedudukan Marhun.
  4. Risiko atas kerusakan Marhun.
  5. Pemindahan milik Marhun.
  6. Perlakukan bunga dan riba dalam perjanjian gadai.
  7. Pemungutan hasil Marhun.
  8. Biaya pemeliharaan Marhun.
  9. Pembayaran utang dari Marhun.
  10. Hak Murtahun atas harta peninggalan.


BAB III
KESIMPULAN

 Dari pembahasan di atas, penulis dapat membuat suatu kesimpulan, yaitu :
–   Gadai (rahn) adalah salah satu bentuk muamalah sebagai realisasi saling membantu (taawun)agar tercipta kemaslahatan umat yang merupakan salah satu prinsip dari hukum Islam.
–   Gadai (rahn) adalah sesuatu benda yang dapat dijadikan kepercayaan/ jaminan dari suatu hutang untuk dipenuhi harganya, rahn sebagai jaminan bukan produk dan untuk kepentingan sosial maka tidak boleh dijadikan modal investasi karena pada dasarnya gadai ini bukan untuk kepentingan bisnis, jual beli atau bermitra.
–  Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan perusahaan (bank syariah) khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah operasional. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah bank syariah yang memberikan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah, sertifikat saham, sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dll.
–  Aspek-aspek penting yag perlu diperhatikan untuk mendirikan lembaga gadai perusahaan adalah aspek legalitas, aspek permodalan, aspek sumber daya manusia aspek kelembagaan, aspek sistem dan prosedur, aspek pengawasan, dll.
–  Pegadaian syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah yang setiap akadnya berusaha memenuhi syarat sah dan rukun yang telah ditetapkan oleh para fuqaha.
–  Hutang piutang dalam bentuk al-qardhul hassan dengan dukungan gadai (rahn), dapat dipergunakan unutk keperluan sosial maupun komersial. Peminjam mempunyai dua pilihan, yaitu : dapat memilih qardhul hassan atau menerima pemberi pinjaman atau penyandang dana (rabb al-mal) sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharabah.


Share this

0 Comment to "MAKALAH GADAI SYARIAH"

Post a Comment